Minggu Pagi
tanggal 4 Oktober 2020 yang lalu Jam 8.30 am, sambil duduk di ruang tamu seperti
biasa aku memeriksa telpon genggamku untuk melihat pesan masuk melalui Aplikasi
WhatsApp.
“Assalamualaikum,
Selamat pagi, bu Ida” pesan Bima dari chat group kelas IX tunarungu di
aplikasi WhatsApp
“Selamat pagi, bu
Ida, Bima” Pesan Ocang masuk setelah Bima
“Pagi
selamat, bu Ida, Bima, Ocang dan” Pesan Sidik tidak mau ketinggalan, walaupun
tulisannnya suka terbalik
“Waalaikumsalam,
Selamat Pagi Bima, Ocang dan Sidik” jawabku
“Sidik,
aduch sudah pintar sekarang menulis, tetapi menulis pesannya yang benar seperti
ini ya, Selamat pagi, bu Ida, Bima, dan Ocang, Balasku di chat…
Dengan
menggunakan imogi 🙏🙏🙏
(mohon maaf) Sidik membalas pesanku.
Setelah
itu, aku menyarankan kepada mereka untuk melakukan video call untuk memudahkan aku
menyampaikan materi untuk esok hari menggunakan bahasa isyarat dan bahasa
ujaran karena mereka semua peserta didikku yang mengalami kelainan tunarungu. Aku menyampaikan kalau besok kita belajar
praktik sederhana percobaan membuat medan magnet. Semua anak besok harus
menyediakan guntingan kecil kertas, dan penggaris plastik. Besok belajar
seperti biasa dimulai jam 7.30 pagi melalui video call. Mendengar penjelasanku
semua muridku menjawab Ia dengan isyarat dan mengucapkannya.
Senin
Pagi jam 7.20, aku sudah bersiap-siap untuk mengajar secara daring, aku membuka telpon genggamku untuk menyapa
muridku di chat whatsApp group kelas IX
Tunarungu. Alhamdulilah mereka sudah stand
bye. Tepat jam 7.30 aku menulis pesan untuk memulai video call. Walaupun
belajar secara daring, belajar seperti halnya di sekolah, dimulai dengan
berdoa, mengabsen muridku yang hanya berjumlah tiga orang dalam satu kelasnya, karena
untuk murid SLB satu kelas paling banyak atau maksimal berjumlah 5 orang. Aku menyapa
mereka, tidak lupa menanyakan keadaan mereka pagi ini, bagaimana tidurnya
semalam. Semua menjawab dengan bermacam-macam dengan menggunakan isyarat dan
bahasa ujarannya. Bima mengatakan kalau pagi ini dia baik, di rumah hanya
sendiri karena mama dan papanya pergi ke pasar dan semalam tidur nyenyak. Ocang
mengatakan pagi ini sehat, tetapi adiknya yang bungsu sakit panas, semalam
tidur kemalaman karena main game sambil tertawa malu, Sedangkan Sidik
mengatakan kalau dia hari ini bangun kesiangan hamper lupa sholat subuh.
Setelah
itu aku menyampaikan kepada muridku
kalau hari ini kita belajar praktik sederhana IPA melakukan percobaan
membuat medan magnet, tak lupa aku bertanya apakah bahan yang aku sampaikan
kemarin seperti guntingan kecil kertas, dan penggaris sudah ada. Dengan
bersamaan mereka menjawab sudah. Aku meminta tolong putriku “Aurel” untuk membantuku
memperagakan bagaimana membuat medan magnet dengan menggunakan
guntingan kecil kertas dan penggaris. Pertama-tama penggaris digosok-gosokkan
ke rambut yang kering di kepala selama 2 menit, setelah terasa panas penggaris ditempelkan
di guntingan kecil kertas, Dan apa yang terjadi guntingan kecil kertas menempel
di penggaris.
Melihat
percobaan tersebut semua muridku terkesima, dan ingin langsung mencoba. Aku
mempersilakan muridku untuk mempratikkan percobaan tersebut. Semua sangat
antusias dan senang. Bima gagal membuat guntingan kecil kertas menempel di
penggaris, karena hanya menggosokan penggaris ke rambutnya hanya
sebentar, sambil berucap maaf akan mencoba lagi sampai percobaannya berhasil,
Ocang dengan sabar menggosok penggaris ke rambutnya sampai terasa panas baru di
tempelkan ke guntingan kecil kertas, dan percobaannya berhasil. Sidik dengan semangat
menggosokkan penggaris ke rambutnya, dan percobaanya berhasil. Aku tersenyum
bahagia karena melihat muridku sangat senang dan antusias.
Setelah
selesai melakukan percobaan, aku bertanya kenapa kertas bisa menempel di
penggaris, Semua menjawab karena penggaris digosok-gosokkan di rambut yang kering dan
menyebabkan rambut bisa menempel. Bagus kataku, Aku menjelaskan kalau kertas
bisa menempel dipenggaris karena ada gesekan medan magnet yang dilakukan dengan menggosok penggaris ke
rambut yang kering. Gesekan itu menyebabkan terjadi magnet. Magnet terjadi
adanya muatan listrik yaitu kutup utara
dan kutup selatan.
Sebelum
menutup pembelajaran hari ini, aku menyarankan ke semua murid untuk
memperaktikannya kembali bersama adik, kakak atau orang tua, Dan tidak lupa
memberikan PR. Terakhir aku mempersilakan Bima untuk memimpin doa, dan
mengucapkan salam kepadaku dan kepada teman-temannya.
Dari
cerita saya diatas. Walaupun dimasa pandemi kita tetap bisa memberikan
pelajaran yang menyenangkan untuk murid-murid kita. Kita tetap bisa melakukan
percobaan atau praktik sederhana walaupun secara daring atau virtual. Tidak ada
kata yang tidak bisa, asal kita mau mencobanya.
Brad Henry (https://www.bola.com/ragam/read/4276202/48-kata-kata-mutiara-untuk-guru-terbaik-wujud-terima-kasih-tak-terhingga)
berkata “Seorang
guru yang baik dapat mengilhami harapan, menyalakan imajinasi, dan menanamkan
cinta belajar". Semoga tulisan saya ini bisa menginsfirasi guru-guru SLB
di seluruh Indonesia. Kebahagian terbesar dari seorang guru SLB adalah bisa
melihat muridnya melakukan sesuatu walaupun itu sangat sederhana sekali untuk
anak regular (normal)
https://www.gurupenggerakindonesia.com/
https://www.facebook.com/groups/gurublogger
#PGRI
#KOGTIK
#EPSON
#KSGN
#guruberbagi
https://guruberbagi.kemdikbud.go.id
PROFIL
PENULIS
Ida
Liana, M.Pd
Dilahirkan di kota Palembang, pada tanggal 27
September 1973. Merupakan anak ke delapan dari delapan bersaudara dari pasangan
Marihan (alm) dan Nurhaya (almarhum). Menempuh pendidikan dimulai dari SDN
23 Palembang (lulus tahun 1984), SMP BI 19 Palembang (lulus tahun 1987), SMA BI
1 Palembang (lulus tahun 1990), S1 PLB FIP IKIP Bandung (lulus tahun 1999),
dan S2 Magister Pendidikan UNINUS Bandung (lulus tahun 2018). Penulis adalah guru SLBN
B Pembina Tingkat Provinsi Jawa Barat, dan tinggal di kota Sumedang Jawa barat,
yang mempunyai hobby membaca, menulis, tenis meja dan badminton. Mempunyai
cita-cita ilmu yang didapat untuk memajukan Pendidikan di Indonesia, khususnya Pendidikan
luar biasa